KAJIAN
SEMANTIK PADA RITUAL DAN SAJIAN TRADISI MITONI DALAM MASYARAKAT JAWA
Abstrak
Kata
Mitoni berasal dari kata am+pitu yang berarti tujuh. Jadi Mitoni adalah tradisi
yang dilakukan ketika usia kehamilan mencapai bulan ketujuh pada kalender Jawa.
Mitoni sering juga dengan Tingkeban. Tingkeban berasal dari kata tingkeb yang
berarti tutup, yang berarti penutup dari serangkaian upacara saat proses
kehamilan. Makna yang terkandung dari upacara Mitoni atau Tingkeban yaitu bahwa
jabang bayi sudah memiliki raga yang sempurna. Dalam
rangkaian ritual maupun sajian pada tradisi Mitoni atau Tingkeban memiliki
maksud atau makna-makna secara simbolik.
Key
word : tradisi, simbolik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebudayaan
dan masyarakat merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan, karena
kebudayaan berhubungan dengan budi atau akal. Kebudayaan merupakan keseluruhan
kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, keilmuan, sosial, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan untuk keperluan masyarakat. Setiap tempat atau daerah
memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Suatu bentuk kegiatan yang telah dilaksanakan
berulang-ulang (membudaya) sejak lama dan merupakan konvesional, diterima oleh anggota suatu masyarakat, akan membentuk
suatu tradisi. Pada masyarakat Jawa banyak terdapat tradisi-tradisi yang
dilakukan baik ketika masa kehamilan maupun setelah melahirkan sang bayi. Tradisi
tersebut seperti tradisi Ngupati yang dilakukan ketika usia kandungan sang ibu
4 bulan atau tradisi Selapanan yang dilakukan ketika bayi sudah lahir dan
berusia 35 hari. Salah satu tradisi yang sampai saat ini masih sering ditemukan
pada masyarakat Jawa yaitu tradisi Mitoni. Dalam tradisi atau upacara Mitoni
pada dasarnya melambangkan harapan baik bagi sang bayi untuk tumbuh sempurna
fisiknya dan selamat serta lancar proses kelahirannya. Tiap-tiap upacaranya pada
tradisi ini kental sekali dengan nuansa kejawen. Dimana dalam setiap proses
tradisi tersebut terdapat makna atau maksud dibaliknya. Sedangkan sajian dalam
tradisi tersebut juga sama seprti tasyakuran lainnya yang memiliki maksud
tersendiri dibaliknya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa makna dari rangkaian
ritual pada tradisi Mitoni?
2. Apa makna dari sajian yang terdapat
pada tradisi Mitoni?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan makna dari
rangkaian ritual pada tradisi Mitoni
2. Menjelaskan makna dari
sajian yang terdapat pada tradisi Mitoni
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Diharapkan mampu menambah keilmuan/pengetahuan mengenai tradisi
dalam masyarakat Jawa khususnya tradisi Mitoni.
1.4.2 Manfaat Praktis
Memberikan pengetahuan mengenai makna dari rangkaian ritual pada
tradisi Mitoni dan makna dari sajian pada tradisi tersebut.
1.5 Metode
1.5.1 Metode Penelitian
Deskriptif kualitatif
Hasil didapatkan dari fenomena yang ada di Desa Pahonjean
Kecamatan Majenang Kabupaten Cilacap.
1.5.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data menggunakan cara wawancara kepada narasumber
yakni sesepuh yang ada didaerah tersebut/orang yang banyak tahu akan tradisi
tersebut. Kemudian dengan teknik catat, yakni mencatat hasil wawancara dengan
narasumber.
BAB II
PEMBAHASAN
Tradisi Mitoni atau Tingkeban dilaksanakan ketika usia kehamilan
tujuh bulan. Pada tradisi ini dilakukan serangkaian ritual yang dilaukan oleh
sang ibu, yang bertujuan agar nanti dalam proses kelahirannya diberi kelancaran
serta untuk sang bayi nantinya tumbuh sempurna fisiknya. dalam tradisi ini
setiap ritualnya dan sajiannya mempunyai maksud atau makna dibaliknya. Adapun
proses atau ritual dalam tradisi Mitoni yaitu :
1.
Siraman, sebagai tanda
pembersihan diri baik lahir maupun batin. Pembersihan secara simbolis ini
bertujuan untuk membebaskan calon ibu dari dosa-dosa sehingga ketika sang ibu
akan melahirkan proses kelahirannya lancar. Pada upacara siraman ini dipimpin
oleh dukun atau anggota keluarga yang dianggap paling tertua. Untuk upacara
siraman dilakukan untuk Mitoni anak pertama saja.
2.
Upacara
memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain (sarung) si calon ibu oleh sang
suami melalui perut dari atas perut lalu telur dilepas sehingga pecah. Upacara
ini sebagai simbol harapan agar bayi lahir dengan mudah tanpa aral melintang.
3.
Upacara brojolan atau
memasukkan sepasang kelapa gading muda yang telah digambari Kamajaya dan Dewi
Ratih atau Arjuna dan Srikandi ke dalam sarung dari atas perut calon ibu ke
bawah. Makna simbolis dari upacara ini adalah agar kelak bayi lahir dengan
mudah tanpa kesulitan. Secara simbolis gambar Kamajaya dan Dewi Ratih
atau Arjuna dan Srikandi melambangkan kalau si bayi lahir akan elok rupawan dan
memiliki sifat-sifat luhur seperti tokoh yang digambarkan tersebut.
4.
Upacara
ganti busana dilakukan dengan jenis kain sebanyak 7 (tujuh) buah dengan motif
kain yang berbeda. Motif kain dan kemben yang akan dipakai dipilih yang terbaik
dengan harapan agar kelak si bayi juga memiliki kebaikan-kebaikan yang tersirat
dalam lambang kain.
Motif kain tersebut adalah:
Motif kain tersebut adalah:
a.
sidomukti (melambangkan kebahagiaan),
b.
sidoluhur (melambangkan kemuliaan),
c.
truntum (melambangkan agar nilai-nilai
kebaikan selalu dipegang teguh),
d.
parangkusuma (melambangkan perjuangan untuk
tetap hidup),
e.
semen
rama (melambangkan agar cinta kedua
orangtua yang sebentar lagi menjadi bapak-ibu tetap bertahan
selma-lamanya/tidak terceraikan),
f.
udan
riris (melambangkan
harapan agar kehadiran dalam masyarakat anak yang akan lahir selalu
menyenangkan),
g.
cakar
ayam (melambangkan agar anak yang
akan lahir kelak dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya).
h.
Lasem
(melambangkan
semoga anak senantiasa bertakwa pada Tuhan YME).
i.
Dringin (melambangkan semoga anak dapat
bergaul, bermasyarakat, dan berguna antar sesame.)
Kain terakhir yang tercocok adalah kain dari bahan lurik
bermotif lasem dengan kemben motif dringin.
5.
Upacara
memutus lilitan janur/lawe yang dilingkarkan di perut calon ibu. Janur/lawe
dapat diganti dengan daun kelapa atau janur. Lilitan ini harus diputus oleh
calon ayah dengan maksud agar kelahiran bayi lancar.
6.
Upacara
memecahkan periuk dan gayung yang terbuat dari tempurung kelapa (siwur).
Maksudnya adalah memberi sawab (doa dan puji keselamatan) agar
nanti kalau si ibu masih mengandung lagi, kelahirannya juga tetap mudah.
7.
Upacara
minum jamu sorongan, melambangkan agar anak yang dikandung itu akan
mudah dilahirkan seperti didorong (disurung).
8.
Upacara nyolong
endhog, melambangkan agar kelahiran anak cepat dan lancar secepat pencuri
yang lari membawa curiannya. Upacara ini dilaksanakan oleh calon ayah dengan
mengambil telur dan membawanya lari dengan cepat dan berkeliling.
Setelah semua prosesi selesai dilakukan, dilanjutkan dengan
doa bersama dan diakhiri acara selamatan.
Sedangkan
sajian pada tradisi Mitoni/Tingkeban juga memiliki makna tertentu.
Sajian-sajian tersebut seperti :
1.
Tujuh macam bubur
2.
Tumpeng kuat, maknanya agar bayi yang
dilahirkan nanti sehat dan kuat
3.
Jajanan pasar, syaratnya haris beli
dipasar
4.
Rujak buah-buahan tujuh macam,
dihidangkan sebaik-baiknya supaya rujaknya enak. Mempunyai makna agar anak yang
dilahirkan menyenangkan dalam keluarga.
5.
Dawet, maknanya supaya dapat menyegarkan
6.
Makanan dari umbi-umbian
7.
Nasi kuning
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Dalam masyarakat Jawa masih
sangat kental akan nuansa Kejawennya. Ketika sang ibu mengandung 7 bulan pun,
dalam masyarakat Jawa juga mengadakan prosesi ritual yang dikenal dengan
upacara Mitoni atau Tingkeban. Pada Mitonipun ada serangkaian prosesi ritual
seperti siraman, memasukkan
telor ayam kampung ke dalam kain (sarung) si calon ibu, brojolan atau
memasukkan sepasang kelapa gading muda, ganti busana, memutus lilitan
janur/lawe, memecahkan periuk dan gayung, minum jamu sorongan, upacara nyolong
endhog. Dimana pada serangkaian prosesnya tersebut memiliki maksud tertentu, dan
dalam jenis sajiannyapun pada tradisi ini memiliki maksud yang terkandung didalamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar